I was a Happy Teacher!
This has been a draft for like, more than a year... I kinda miss the kids so I'm just gonna post this anyway. Here is my piece of thoughts on my own experience: dealing with kids and being a volunteer.
---------
For your information, folks, I am now a teacher! Well, not literally a typical 'teacher' you know but some kind of an elder sister for some kids in a particular elementary school who accompanies them to be more familiar with art. Yes, I am an art teacher now. It's been circa 3 months or more...tapi kan lagi libur jadi ngajarnya libur jugak.
Jadi, dimulai dari ketertarikan gue akan suatu lembaga independen di Jatinangor yang berkecimpung di dunia pendidikan, khususnya volunteer mengajar, namanya Jatinangor Educare. I got zero experience, like literally, but somehow I just applied right away and surprisingly I passed heheee. Kami ini disebut Happy Teacher. Ada tiga bidang: Art, English, dan Al Qur'an.
Sayang sekali gue bukan tipe orang yang gampang akrab sama anak kecil. Gue suka banget liat bayi atau balita atau TK atau anak-anak kecil seusia SD itu dan pengen aja ngajak main atau main bareng but I always afraid that they'll think that I'm a weirdo who interferes their playtime :'( lol seriously jatohnya gue cuma ngeliatin dan senyum senyum kikuk dan malu sendiri alias salting, padahal bocahnya gak ngapa-ngapain tapi kutakut dibenci. Nah disinilah gue pengen berusaha lebih get along sama anak-anak, I want to know what excites those kids nowadays, their issues, their dream jobs, etc. Gue bukan anak psikologi sih tapi gue tertarik aja buat tau at least a bit dengan terjun langsung ini.
Yaaa jadi singkatnya, gue ngajar di kelas 4 di suatu SD di desa Cikeruh, Sayang (masih dalem area Jatinangor), namanya SDN Kananga. My first impression, and still my impression every time I think about the school, miris sih. Dari kosan, gue jalan kaki, terus naik angkot, terus nyambung jalan kaki karena emang gaada kendaraan umum yang lewat depan sekolahan itu. Sekolahnya sederhana, banget. Gedungnya cuma satu tingkat bentuk letter U, atapnya ya genteng merah biasa, lapangannya entah apa muat buat upacara anak kelas 1-6 (and later I found out satu tingkat cuma ada 1 kelas, beda sama sekolah di kota atau daerah lainnya yang satu tingkat bisa ada 1A 1B 1C dst., jadi kayaknya lapangannya muat buat upacara). Di kelas, papannya masih pake papan tulis kapur, meja kursi terbuat dari kayu biasa, dan pastinya banyak coretan-coretan iseng. WCnya beda atap sama gedung sekolah. Jangan ditanya, pokoknya watir ah:(
Anak-anaknya...well sampai sekarang gue dan 2 orang temen ngajar kadang masih suka kewalahan. What crosses in your mind when you think about fourth grade students? Forget the thoughts of real sweet, cute, and obedient kids in your mind. Awalnya, gue mengira kalau kelas 4 tuh udah rada lebih mudah diatur lah yaa tetapi ternyata perkiraanku salah! Mereka doyan pisan lari-larian, jalan-jalan, teriak-teriak satu sama lain bahkan ke gue dan temen-temen ngajar gue, bertengkar sama temennya (sampe guru 'asli'nya turun tangan), caper dengan cara nangis, ngomong kasar dalam bahasa sunda seenak jidat (I know some words) dan gak ragu gugulingan smackdown smackdown di lantai....bahkan pas lantainya kotor sekalipun huhu. Atau mainan kuda reot yang mengingatkan gue akan cowok-cowok di kelas pas jaman SMA. Banyak juga yang suka caper, mulai dari hal paling simpel sampe drama nangis-nangis dan berantem pun ada.
Hari pertama gue meminta mereka buat bikin papan nama dan cukup tulis nama panggilan mereka aja, dan ternyataa ada beberapa anak yang nulis cita-cita mereka; atlet voli nasional, pemain bola, dan salah satunya si Alif, mau jadi TNI AD, walaupun badanya kiciiil banget. Lucu! Mereka emang suka baanget aktivitas di luar ruangan semacam olahraga, kalo pas gue dan temen-temen ngajar baru dateng dan mereka lagi pada main di luar, susah banget bikin mereka masuk ke kelas.
Pas gue ngobrol sama anak-anak cewek, gue tanya acara tv favorit mereka dan mereka jawab dengan semangat "Mermaid, kak!" terus gue tau suatu judul sinetron yang ada mermaid-mermaidnya jadi gue tau deh. Mereka sampe hapal nama-nama karakternya pula. Dan mereka main kotak pos pake nama-nama karakter di sinetron itu.
Mereka paling seneng difoto. Ada beberapa anak yang males-malesan kalo
dikasih tugas buat ngerjain sesuatu, sampai pas gue ngomong "Yoo foto
yooo" doi-doi langsung excited dan sibuk berpose dengan teman-teman.
Suatu hal yang menarik perhatian gue juga adalah salah satu pose mereka
yang aneh ya.... Contohnya Dzulfi (baju kuning). Apa itu maksudnya
pasang pose segitiga di mata sebelah??! Illuminati? Do they even know
about those kind of symbols? Wkwkwk:( Tapi setelah gue tanya, katanya itu lambang Brigez. Brigez as far as I concern adalah sebuah geng motor and that's all I know.
Sabtuku jadi lebih ramai karena mereka.
-----
Yah begitulah. Namanya juga anak-anak. Yang hidup di lingkungan desa.
The draft ends there. Sebenernyaa masih banyak kenangan lainnya sama anak-anak SDN Kananga: ngajar lagu bahasa Inggris (lagu Barney yang I love u u love me ituloo), beberapa dari mereka yang ngasih kado ke temen ngajar yang lagi ultah (so sweet bat kan!), dan lain lain.
Sekarang kabarnya gimana?
Hmm jadi begini, setelah menghabiskan waktu bersama anak-anak itu, para relawan ngajar 'terpaksa' pindah ke SD lain. Kenapa? Seinget gue, karena pihak sekolah (kepsek dan guru-guru) nganggep kalau pengajar terlalu akrab sama mereka. Sempet ada kabar juga kalau ada anak-anak yang sampe minta uang ke kakak pengajar, nggelayutan (kalo menurut gue ini gak masalah sih kalo emang orang yg digelayuti tidak masalah (?)), dan sebagainya yang menurut pihak sekolah di luar batas wajar.
Emang sih dari awal gue perhatiin, cara guru-guru ngajar anak-anak itu tuh bener-bener galak keliatannya. Di ruang kelasnya aja ada tongkat kayu panjang gitu, asumsi gue sih buat ngetok meja buat tenangin suasana kelas (memang susah bangett bikin mereka tenang). Mereka dibiasain buat takut sama guru-gurunya. Nah makanya pas ada kakak-kakak yang notabene umurnya ga terlalu jauh sama mereka, jadilah mereka merasa punya temen main baru, mungkin? Jadi lebih heboh, lebih susah untuk diatur, lebih caper, ya intinya lebih merasa leluasa.
Gue emang belum ngerti tentang cara mendidik anak yang bener di sekolahan, but I don't think that 'fear' towards their teachers is the right way to make them actually 'respect' their teacher. Iya sih ketakutan akan gurunya mungkin memang bikin mereka lebih obedient, tapi gue cuma merasa kalo respect tuh bisa didapetin tanpa menumbuhkan ketakutan terhadap gurunya sendiri. But then again mungkin butuh kajian lebih dalem sih, karena banyak aspek yang mempengaruhi termasuk keluarga dan lingkungan tempat mereka tumbuh dan bermain. We never know how their parents raise them dan seperti apa lingkungan dan teman-teman mereka bermain, di dalam dan luar lingkup sekolah.
Setelah fix gabisa di SDN Kananga lagi, kegiatan volunteer dilanjutin di SDN Cikeruh 1 (atau 2). Masih di desa yang sama; Sayang; tapi SDN Cikeruh ini letaknya di pinggir jalan akses utama, beda sama SDN Kananga yang masih harus masuk ke jalan yang lebih kecil. Kondisi sekolahnya jelas lebih baik daripada SDN Kananga, guru-gurunya juga lebih welcome sama pengajar. Anak-anaknya lebih kalem kalau dibandingkan anak-anak SDN Kananga. Fasilitas sekolah lebih memadai, ekskul kelihatan aktif, ada kantin juga. Pas gue ngobrol sama anak-anak SDN Cikeruh (teteup megang kelas 4), di hari pertama ngajar (inget banget materinya tentang alat-alat musik), mereka sampe nanya-nanya akun Instagram (dan ada anak-anak yang follow w dong di IG) terus cerita kalau mereka suka main ke Jatos buat nonton. Kocak banget pas masuk kelas anak-anak kelas 3 buat kenalan, dan teteh volunteer gue yang anak Fapsi ngajarin mereka nyanyian sama tarian tentang hewan-hewan laut, ada satuuu anak laki-laki yang niruin tarian crawling crab dan gue lupa namanya tapi kocak bat sampe w ketawa jongkok. They were all sweet and hilarious!
Sayangnya, cuma sempat ngajar sekali dua kali di sana. Karena lama-lama temen ngajar gue hilang satupersatu, which means gue mesti sendirian mengajar di kelas dan jujur gue lelah kalau sendirian, terus begitupun gue yang got caught up in the other stuff....jadilah...terhenti total. Begitupun juga beberapa orang yang tergabung di JEC, mau di bidang Art, English, atau Al Quran: lama-lama M.I.A. Ya itulah. Kalo kata salah satu temen ngajar w waktu acara perpisahan pengajar 2016-2017, kalo jadi sukarelawan yang melakukan kegiatan sukarela, harus suka dan harus rela. Gak bisa suka doang, tapi gak rela. Gak bisa rela doang, tapi gak suka. Harus keduanya: suka dan rela. Karena kalo engga, ya gabisa berjalan dengan baik. Sama kayak segala hal yang ada di hidup, mau kegiatan volunteer sekalipun, harus dilakuin dengan komitmen. Itusih salah satu dari sekian banyak hal yang gue dapet dari JEC ini.
I didn't have the chance to say goodbye to the kids; both from SDN Kananga and SDN Cikeruh. Sedih sih. Maafkan diriku ini. Pengen rasanya seenggaknya kesana sama temen-temen pengajar dulu kesitu cuma buat say hi and goodbye. Mungkin suatu hari nanti. Gataudeh mereka masih inget apa engga sama Kakak Maya:( lulz.
Semoga adik-adik SDN Kananga dan SDN Cikeruh baik-baik saja sekarang dan nanti. Semoga selalu bahagia dan cita-citanya kelak tercapai.
First and foremost: heckkkk this writing of yours is beautiful! (I was pretty close to tears while reading the ending huhuhuhu) yet eventually everything's just gonna come to an end, eh?
ReplyDelete1. YESSS TRUUUU mereka senang caper dengan nangis atau sejenisnya WAKAKAKAKK sering bgt juga mengalami ini saat sedang jadi volunteer
2. Sepertinya itu tanda segitiga emang hitz di kalangan hacob Nangor? I vaguely remember but guess on 2016, ku pernah mengajar di suatu SD juga mereka dengan bangga menunjukkan simbol tsb (at first I thought it was also illuminati or whatnot) hahahah
3. Tapi beneer! Mereka mereka ini biasanya tulus gitu ;') ngerasain bgt waktu jaman ngajar KKN :')
Thank you for sharing such a beautiful thoughts, Maya. It reminds me pretty much of how I love volunteering and how it affects me a lot.
Love!